Tuesday, January 30, 2007

Samurai (Kastel Awan Burung Gereja)

oleh Takashi Mitsuoka.

Apakah kemampuan meramal itu sebuah berkah ataukah sebuah laknat ? dan apakah semua hal bisa diramal ?. Ternyata mempunyai kemampuan meramal tidak selalu membuat hidup ini bahagia. Begitulah salah satu pesan yang dapat kutangkap setelah membaca sebagian dari Novel karangan Takashi Mitsuoka berjudul "Samurai, Kastel Awan Burung Gereja".

Cerita di buku ini berlatar belakang waktu Keshogunan Tokugawa berada pada akhir hayatnya, yaitu sekitar tahun 1861-1867. Buku ini berkisah mengenai Genji, seorang bangsawan Agung Akaoka yang termasuk klan Okomuchi, klan yang kalah dalam pertempuran Sekigahara pada tahun 1600. Walaupun klan nya termasuk klan yang kecil dan tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk menyerang keshogunan Tokugawa, tetapi reputasi mengenai kemampuan meramal dari tiap generasi pimpinan klan ini membuat klan ini disegani.

Genji dan leluhurnya ditakdirkan mempunyai kemampuan meramal masa depan. Berturut-turut dari kakeknya, Lord Kiyori, lalu pamannya Shigeru, dan terakhir dirinya. Ternyata kemampuan meramal ini membuat pamannya - Shigeru - menjadi berkelakuan beringas setelah mengetahui beberapa hal yang terjadi di masa mendatang. Meracuni Lord Kiyori, ayahnya sendiri, lalu membunuh keluarga mertuanya, istri, bahkan dua anak perempuan dan satu anak laki-lakinya.

Genji sendiri diramalkan oleh kakeknya, Lord Kiyori bahwa ia akan mendapatkan 3 pertanda sebagai ramalan dalam hidupnya, dan ia akan menjadi Bangsawan Agung Akaoka terakhir. Novel ini bercerita mengenai lika-liku perjalanan Genji mengikuti jalur nasib yang telah diramalkan dalam pertanda yang didapatnya.

Setelah sekian tahun sejak membaca buku 'Taiko' karangan Eiji Yoshikawa , akhirnya sekarang kembali lagi merasakan suasana dan kesenangan yang sama dalam membaca novel. Tetapi kalau dibandingkan dengan Taiko, novel ini memunculkan selera humor yang tepat pada beberapa tempat.

Taiko menurutku murni menggali keseriusan pembacanya dalam menyikapi alur cerita yang heroik. Sementara novel Samurai ini cukup banyak menggali sisi humanis dari manusia dan masyarakat, sisi konflik akibat pertentangan budaya dan perubahan pemikiran yang diakibatkan olehnya. Walaupun di sedikit tempat di novel ini tidak meninggalkan ciri khas penceritaan perang zaman Edo/Tokugawa yang penuh dengan kekejaman, kesetiaan sampai mati, ritual bunuh diri. Banzai...!!!

Ini nih beberapa tokoh utamanya.

Genji, Heiko, Kuma, Kawakami, Mukai, Taro, Emily Gibson, Mathew Stark, Zhepeniah Cromwell Jimbo a.k.a Ethan Cruz., Hide, Shohaku, Hanako Lady Shizuka Manuel Cruz

Satu lagi yang aku ambil pelajaran dari novel ini adalah waktu akan terus berganti, melahirkan anak-anak zamannya sendiri, akan tetapi nilai-nilai yang baik dan benar itu pasti akan tetap langgeng. Klise sepertinya, tetapi itulah yang semestinya terjadi..

Monday, January 15, 2007

The Da Vinci Code

oleh Dan Brown

Novel ini merupakan novel karya Dan Brown yang ditulis setelah novel Angel and Daemon. Temanya juga tidak jauh-jauh dari tema novel Angel and Daemon yaitu menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan Gereja Katolik Roma dan keyakinan agama Kristen. Kalau di novel Angel and Daemon mengangkat topik mengenai kelompok Illuminati, sedangkan di novel The Da Vinci Code ini mengangkat topik mengenai kelompok Biarawan Sion. Dua-duanya diceritakan di novelnya sebagai kelompok yang mengancam keberadaan Gereja Katolik Roma.

Walaupun novel "The Da Vinci Code" diterbitkan belakangan, namun novel ini lah yang akhirnya melejitkan nama Dan Brown sebagai penulis berbakat terutama untuk kasus-kasus yang berkenaan dengan simbologi dan thriller berdurasi cepat. Diperkirakan sekitar 60,5 juta buku novel itu terjual di seluruh dunia pada tahun 2006, dan dari penjualan novel ini Dan Brown mendapatkan 250 juta dolar AS.

Sekarang, mari kita lihat resensinya :

Novel ini bercerita mengenai pencarian Holy Grail, yaitu berupa rahasia-rahasia penting mengenai Yesus Kristus dan kebenaran yang terkandung di dalamnya. Holy Grail ini juga berisikan rahasia mengenai bukti-bukti kemanusiaan Yesus Kristus, keturunan Yesus yang sampai sekarang masih ada, dan mengenai perempuan suci yaitu Maria Magdalena. Maria Magdalena dalam novel ini diceritakan sebagai istrinya Yesus dan penerus ajaran Yesus.

Holy Grail ini sendiri semenjak dahulu selalu dilindungi oleh kelompok kristen bernama Biarawan Sion. Kelompok ini merahasiakan lokasi dari Holy Grail ini dan bermaksud untuk membukanya ke khalayak umum ketika waktunya sudah tepat. Karena pentingnya Holy Grail ini, maka lokasinya hanya diketahui oleh 4 orang guru tertinggi di organisasi Biarawan Sion.

Akan tetapi, pembatasan informasi ini menjadi masalah ketika ke empat orang guru tersebut dibunuh satu persatu oleh orang tidak dikenal. Untunglah korban terakhir dari ke empat korban tersebut sempat meninggalkan pesan dalam bentuk kode-kode rahasia sebelum terbunuh.

Jacques Sauniere, nama korban terakhir tersebut. Dia adalah seorang kurator di museum Louvre, Perancis. Ia menyebutkan nama Robert Langdon, seorang profesor muda ahli simbologi lulusan Universitas Harvard dalam kode rahasianya itu. Polisi Perancis yang mendapati sang kurator ini tewas menggenaskan di dalam museum akhirnya mengambil kesimpulan bahwa Robert Langdon lah yang menjadi pembunuhnya.

Tahu mengenai hal ini, Robert Langdon mencoba melarikan diri dari kejaran polisi Perancis. Ia dibantu oleh seorang ahli kriptografi Perancis bernama Sophie Neveu, yang juga adalah cucu dari Jacques Sauniere sendiri, yang menyadari bahwa Robert Langdon bukanlah pembunuh sebenarnya.

Dalam pelariannya ini akhirnya sedikit demi sedikit misteri yang melingkupi kode-kode rahasia yang ditinggalkan oleh Jacques Sauniere mulai terkuak. Apalagi kemudian Robert Langdon dan Sophie Neveu mendapatkan bantuan dari seorang ahli dalam bidang Holy Grail bernama Sir Leigh Teabing, seorang bangsawan Inggris yang bertempat tinggal di Perancis. Berbagai pihak yang sangat berkepentingan terhadap Holy Grail akhirnya turut mengejar Robert Langdon dan kawan-kawannya. Apalagi setelah diketahui bahwa Robert Langdon membawa serta sebuah cryptex, yaitu tabung silinder yang didalamnya berisi informasi tentang lokasi Holy Grail yang sesungguhnya. Salah satu kelompok yang ikut mengejar Robert Langdon dan kawan-kawannya adalah kelompok Opus Dei, kelompok radikal kristen yang menginginkan Holy Grail itu dihancurkan.

Pelarian Robert Langdon ini akhirnya sampai ke Inggris, dan di dalam pelarian tersebut Robert Langdon beserta teman-temanya berhasil memecahkan kode lokasi Holy Grail tersebut. Dan seperti karya Dan Brown lainnya, kisah ini berakhir bahagia. Sophie Neveu akhirnya bisa mengetahui sejarah keluarganya dan Holy Grail tetap tersimpan sebagai sebuah misteri bagi orang-orang yang masih mencarinya.

Monday, January 01, 2007

Digital Fortress

oleh Dan Brown

Novel karya Dan Brown kali ini bersetting sebuah organisasi intelijen Amerika Serikat bernama NSA (National Security Agency), sebuah lembaga rahasia kepunyaan AS (Amerika Serikat) yang bertugas menjamin keamanan nasional AS.

Secara umum, novel ini bercerita mengenai upaya wakil direktur operasional NSA bernama Trevor J Strathmore untuk menjadikan semua berkas acak yang memakai kode sandi yang disadap oleh NSA dapat diterjemahkan dengan cepat dengan bantuan komputer canggihnya.

Ambisinya ini tercapai ketika ia beserta timnya berhasil membuat sebuah mesin komputer canggih bernama TRANSLTR. TRANSLTR merupakan komputer yang memiliki 3 juta prosesor didalamnya. Tiga juta prosesor itu mampu secara bersamaan mencoba semua kemungkinan kunci untuk membuka sebuah berkas yang tersandi, dan kemudian mendapatkan teks jelasnya. TRANSLTR ini diciptakan dengan alasan keamanan AS, agar email dan data digital lainnya yang disadap dari raja-raja narkotika, teroris, penggelap uang dapat dipecahkan kodenya oleh TRANSLTR ini.

Semuanya berjalan lancar-lancar saja dan beberapa hasil terjemahan dari TRANSLTR bahkan dapat menggagalkan rencana terorisme di AS, sampai suatu ketika datanglah telpon dari seorang yang mengaku telah berhasil membuat algoritma pembuatan kode kunci yang demikian hebatnya sampai-sampai TRANSLTR pun tidak akan bisa memecahkannya. Algoritma itu disebutnya sebagai "benteng digital".

Penasaran dengan informasi ini, Strathmore kemudian menguji berkas acak yang menggunakan sandi dari program tersebut dan hasilnya sangat mengejutkan. Mesin TRANSLTR tidak mampu untuk mendapatkan teks jelas nya.

Kaget dengan hasil ini, akhirnya Strathmore malah mendapat ide untuk mendapatkan kode sumber dari program tersebut dan berencana untuk menyisipkan program tambahan didalamnya. Tujuannya adalah dengan program tambahan tersebut, maka tidak ada yang dapat memecahkan berkas yang memakai sandi tersebut kecuali NSA. Program tambahan ini akan berfungsi sebagai celah bagi NSA ketika menterjemahkan berkas acak yang didapat. Sayangnya kode sumber algoritma itu juga dilindungi dengan kode sandi yang cuma diketahui oleh pembuat algoritma itu sendiri. Namanya Tandako, seorang bekas anggota tim Strathmore, seorang jenius di bidang kriptografi, imigran keturunan Jepang dan mempunyai cacat tubuh akibat efek radiasi yang diturunkan dari ibunya setelah kejadian bom Nagasaki dan Hiroshima.

Berbekal keinginan itu, mulailah Strathmore menugaskan salah satu bawahannya bernama Susan Fletcher untuk mencari dan menyadap semua email dan informasi digital dari Tandako dan mendapatkan kunci untuk membuka kode sumber algoritma tersebut. Strathmore juga mengupah seorang pembunuh bayaran di Spanyol bernama Hulohot untuk membuntuti Tandako yang sedang berada di Spanyol, membunuhnya, dan mengambil catatan kunci untuk membuka kode sumber algoritma tsb.

Akibat kesalahan Hulahot dalam membunuh Tandako, maka Hulohot tidak bisa mendapatkan apapun dari mayat Tandako. Akibatnya Strathmore mengirim lagi seorang warga sipil yaitu seorang profesor muda yang ahli dalam bahasa bernama David Becker untuk mengambil barang-barang milik Tandako dan menemukan kata kunci yang diinginkan oleh Strathmore.

Walaupun berhasil menyadap dan mengambil isi dari email Tandako dan mengambil cincin berkode yang dianggap sebagai kata kuncinya, tetapi ternyata semua informasi yang didapat itu hanyalah tipuan belaka dari Tandako. Tidak ada program algoritma yang disebut dengan benteng digital itu. Tandako hanya menggertak dan menakut-nakuti Strathmore. Program yang dibuatnya hanyalah sebuah program "cacing (worm)" yang sederhana, akan tetapi berpotensi untuk menyebabkan kebocoran data paling rahasia NSA yang notabene juga adalah data paling rahasia AS.

Akhir cerita, Strathmore yang merasa kalah dan telah dibohongi mentah-mentah tewas bersama mesin TRANSLTR nya yang hancur karena bekerja kelebihan beban untuk memecahkan kode sandi dari berkas yang disandikan dengan algoritma programnya Tandako.

Dan seperti karya-karya Dan Brown lainnya, cerita ini berakhir secara bahagia. Anggota-anggotA NSA terbaik akhirnya bisa menghentikan program yang berpotensi menghancurkan sistem perlindungan data paling rahasia di AS tersebut.

Secara umum, alur cerita Digital Fortress ini hampir sama dengan alur cerita dari Angel & Devil (sebuah karya Dan Brown lainnya). Terdapat kesamaan antara keduanya , diantaranya :

1. Tokoh utama dari keduanya adalah ilmuwan muda yang cantik dan jenius dan seorang profesor muda yang berbakat. Kedua insan manusia ini terlibat dalam hubungan asmara ditengah perjuangan mereka dalam detik-detik yang menegangkan.

2. Adanya seorang pembunuh bayaran yang dimunculkan dan bertugas untuk membunuh beberapa dan tokoh utamanya sebagai sasaran terakhirnya, dan pembunuh ini mati ketika berupaya untuk membunuh tokoh utamanya.

3. Perjalanan dan petualangan yang mendebarkan di kedua cerita bermula dari terbunuhnya seseorang.

4. Adanya satu orang di dalam organisasi yang menjadi korban sebagai kambing hitam akibat kecurigaan yang diarahkan semenjak alur ceritanya di mulai.